Untuk Mereka
Yang Mencari Kebenaran dan Kehidupan yang Dinamik
Kristus Adalah Pemenang
Sep/Okt 2011 [Untuk Kalangan
Sendiri] Volume 24, Nomor 5
Dari
Roh Perbudakan Menjadi Roh Adopsi
“Sebab
kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi
kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Tuhan. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya
Bapa!” (Roma 8:15)
Roh apa yang telah kita terima? Apakah itu Roh
adopsi atau roh perbudakan? Roh perbudakan mencoba
untuk menangkap kembali orang-orang. Paulus berjuang
untuk membebaskan orang-orang ini dari perbudakan mereka. Entah bagaimana, kita menyukai beberapa perbudakan. Di suatu tempat perbudakan menguasai kita. Perbudakan dari ketakutan adalah sebuah hal yang sangat umum dan
imaginasi kreatif kita melipatgandakan ketakutan kita. Jadi kita terus menerus mengkhayalkan hal-hal yang tidak berwujud.
Itulah roh perbudakan. Roh adopsi
membuat kita untuk memfokus pada takhta. Kita
diberitahu bahwa kita adalah “ahli waris bersama-sama” dengan Kristus. Roh ini memikul saksi bahwa kita adalah ahli waris bersama-sama dengan Kristus. Roh adopsi
ini membuat kita berseru, “ya Abba, ya Bapa”.
“Ia
maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya sekiranya mungkin,
saat itu lalu dari pada-Nya.
Kata-Nya: “ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan
ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku hendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki.” (Markus 14:35,36) Ini terjadi di taman Getsemani, dan disana Yesus berseru, “ya Abba, ya
Bapa”. Seruan ini kelihatannya menjadi sebuah ekspresi yang
tidak dapat dijelaskan artinya dari sebuah hubungan yang kuat. Sesuatu
yang akan kamu katakan kepada seorang ayah dengan
sangat percaya diri, mempercayakan kepadanya, “ya Abba, ya Bapa, apa yang dapat
saya lakukan sekarang?” Disini Yesus menghadapi secangkir
dosa manusia. Sungguh suatu momentum, Anak Tuhan yang tak berdosa,
dihadapkan dengan cangkir dosa ini! Jadi hati ini berseru,
keluhan ini, datang dari hati Yesus. Mereka yang tidak mengangkat salib
tidak akan pernah mempunyai hati berseru seperti itu. Kita tidak suka berendah hati dan tidak suka mengakui dosa-dosa
kita, ataupun dosa-dosa bangsa kita. Saya tidak berpikir ia membawa kepedihan atas penderitaan bagi kita di mana
ribuan orang sudah binasa tanpa Injil pernah dikhotbahkan kepada mereka. Kita menutup mata kita terhadap seruan kebutuhan bangsa-bangsa saat
ini.
Kita
sangat sibuk dengan pekerjaan kita sendiri dan tidak mempunyai beban yang nyata
untuk dunia di sekitar kita.
Tuhan Yesus kita seharusnya sudah sangat sibuk dengan
pelayanan-Nya. Pekerjaan organisasi mempunyai bahaya
besar ini. Ia tergantung pada pekerjaan kamu,
sehingga kamu harus bekerja lebih keras dan bukan Tuhan yang bekerja. Ini
adalah pembaharuan manusia, ia tidak mempunyai “ya
Abba, ya Bapa” di dalamnya. Ia tidak mempunyai salib, dan tidak mempunyai
tetesan darah sebagai tetesan keringat yang hebat. Tidak, itu adalah pemerasan
tenaga jasmani dan semangat. Apakah itu yang kita lihat? Apakah itu langkah-langkah
yang Yesus ajarkan kepada kita? Beban untuk jiwa-jiwa, beban untuk dosa
umat-umat lain adalah apa yang harus kamu miliki. Jika seruan “ya Abba, ya
Bapa” berhenti, saya bisa memberitahukan kamu bahwa ada kekosongan yang besar,
dan apa saja bisa masuk ke dalam kekosongan itu. Pikiran, ketakutan, kehendak
hati yang jahat dan nafsu birahi kamu, kebiasaan-kebiasaan lama dari berbicara
bohong dan setengah benar akan memenuhi hati kamu.
Tetapi roh apa yang
Yesus berikan kepada anak-anak-Nya? Beliau berkata, “Saya sudah membebaskan
kamu dari perbudakan. Jadi roh perbudakan kamu sudah hilang. Sekarang kamu
mempunyai Roh adopsi. Apakah tiada seruan, “ya Abba, ya Bapa” di dalam hati
kita? Roh jenis apa yang telah menguasai kita? Roh duniawi bermusuhan dengan
Tuhan. Ia membuat kamu berpikir, “Bagaimana saya bisa menjadi kaya dengan
cepat?” Dimanakah ada Getsemani? Dimanakah seruan, “Bukan kehendak saya tetapi
kehendak-Mu yang akan dilakukan” disana? Sudahkah kita kehilangan seruan itu?
Kita harus jujur dihadapan Tuhan dan tidak berbicara setengah-benar.
Roh kebenaran
adalah roh Tuhan dan roh adopsi adalah paket dari roh kebenaran. Mengerikan
sekali jika kamu tidak mau menghadapi kebenaran. Kebenaran tidak mengecualikan
siapa saja. Tetapi apakah kebenaran baik untuk kamu? Untuk mengetahui
kebenaran, kamu harus menjalani beberapa ujian dan kebenaran tersebut tidak
cocok untuk siapa saja. Saya sudah selalu menyatakan di Inggris dan
negara-negara lain, bahwa kecuali sebuah Fellowship mempunyai kebangkitan
dengan sangat seringnya, paling tidak setiap lima atau sepuluh tahun,
Fellowship itu akan menjadi mati. Dalam sepuluh tahun anak-anak kecil menjadi
remaja, dan jika mereka tidak mengetahui kebangkitan, jika mereka tidak
berjalan di dalam kebenaran, mereka tidak mempunyai kesempatan. Remaja yang berumur
lima belas tahun menjadi seorang pelamar baru ke dalam pasaran kerja. Ketika
dia memasuki pasaran kerja, dan uang masuk ke dalam sakunya, dia tidak pernah
belajar bagaimana mengutamakan Kerajaan Tuhan dan dia tidak pernah berseru, “ya
Abba, ya Bapa, dan dia seperti sasaran empuk bagi dunia. Apakah kamu melihat
kepentingan untuk kebangkitan? Hati kamu perlu mendapatkan seruan untuk
kebangkitan itu. Kamu tidak bisa memaksanya, dan kamu tidak bisa
meningkatkannya.
Charles Finney
membicarakan tentang seorang usahawan. Dia akan datang dari bisnisnya dan
dengan segera dia akan memasuki ke dalam roh doa dari persekutuan doa. Bapak
Finney berkata, “Pria ini adalah seorang yang sangat sibuk dan mempunyai
tanggung jawab seperti itu. Tetapi bagaimana dia mempertahankan Roh doa tersebut?” Finney kebetulan menjadi tamu di rumahnya
dan jadi suatu malam, ketika anak Finney memerlukan susu atau sesuatu, dia
turun dari kamar tidurnya sekitar jam tiga pagi dan menemukan pria ini hanyut di
dalam doanya dan sedang menunggu pada Tuhan. Dia berkata, “Sekarang saya
mengetahui rahasianya, bagaimana pria ini mempunyai Roh doa ini. Pria ini
berkata, “Jalan satu-satunya dimana saya bisa menjaga hubungan dekat dengan Tuhan adalah bangun di tengah malam,
untuk menghabiskan waktu bersama Tuhan.” Kamu mengetahui kedisiplinan yang
diperlukan.
Kamu bisa memahami
bahwa orang seperti itu mempunyai seruan ya Abba, ya Bapa. Mereka mungkin berada
di dalam dunia tetapi bukan dari dunia; dunia tidak pernah kelihatannya menguasai
mereka. Tuhan Yesus berfirman ini dua kali bahwa, “Mereka bukan dari dunia,
sama seperti Aku bukan dari dunia.” Itu memberikan saya pukulan yang hebat.
Kita telah membicarakan tentang kesempurnaan; tidak ada gunanya berbicara
omong-kosong: “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di
sorga adalah sempurna.”
Kita benar-benar
seperti anak kecil yang belum dewasa ketika ia berkenaan dengan kegentingan
atau krisis apa saja. Kita hanya berbicara apa yang kita sukai, mengekspresikan
ketakutan kita dan kita hanya berkata, “Saya menginginkan kehendak saya.” Itu
bukan Roh adopsi, itu bukan Roh kebenaran. Roh adopsi membuat kamu berseru,
“Kehendak-Mu dan bukan kehendak saya.” Ia mungkin susah dan ia mungkin
melelahkan; ia bahkan boleh membunuh kamu. Tetapi Roh adopsi memberikan kamu
sebuah pertahanan yang mantap di dalam kehendak Tuhan, sebuah komitmen lurus
kepada kehendak Tuhan.
Tuhan sudah menyediakan
deposit tetap untuk kita. Apakah itu? Ahli waris kepada Tuhan! Apakah kita lari
untuk mendapatkannya? Sudahkah kita mendapat Roh Adopsi? Roh Kristus, Roh Anak
Tuhan dikirimkan kepada kita berseru ya Abba, ya Bapa. Apakah seruan itu datang
daripada kita? Ketika kamu mempunyai seruan itu, semua seruan dan keinginan
kuat lainnya tidak diperhitungkan, karena kamu adalah seorang anak dan tempatmu
adalah dengan Yesus. Seruan kamu menjadi seruan hati Yesus. Setelah
bertahun-tahun hidup sebagai umat Kristen, dimanakah kedewasaanmu? Setelah
menerima begitu banyak cahaya, kita sepatutnya berjalan di sorga, berjalan
dengan Tuhan. Semoga Tuhan membantu kita!
--
Joshua Daniel
Uji Realitas
“Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari
manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang
menjadikan langit dan bumi.” (Mazmur 121:1,2)
Dengan Takut Dan Gemetar
“Beribadahlah
kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar.“ (Mazmur 2:11)
Mengapa gemetar?
Kita beribadah kepada keagungan surgawi. Jangan biarkan praduga masuk ke dalam
iman kamu. Jangan merasa bahwa kamu dapat berbuat sebagaimana kamu inginkan
karena Tuhan adalah kasih. Beribadahlah kepada TUHAN dengan rasa takut karena
tujuan-tujuan Dia adalah sangat agung. Dengan takut dan gemetar kamu harus disesuaikan
ke dalam pelayanan-Nya. Bagaimana Dia akan menggunakan kamu? “Mintalah
kepada-Ku, maka bangsa-bangsa akan Kuberikan kepadamu menjadi milik pusakamu,
dan ujung bumi menjadi kepunyaanmu. Engkau akan meremukkan mereka dengan gada
besi, memecahkan mereka seperti tembikar tukang periuk.” (Mazmur 2:8-9).
Kekuatan apa yang akan Tuhan berikan padamu apabila kamu beribadah kepada Dia
dengan takut dan gemetar!
Jika kamu harus
makan dengan Ratu Inggris kamu tidak bisa bebas berbuat sebagaimana kamu suka.
Di dalam rumah kamu sendiri, tertawa dan mengobrol dan berada dalam keadaan
santai. Tetapi di hadapan Ratu kamu harus sangat berhati-hati. Di hadapan Raja
dari segala Raja kamu seharusnya bahkan lebih berhati-hati. Kamu harus sangat
kudus. Dia membaca pikiran-pikiran dan motif paling dalam kamu. Dia memperhatikan
jenis kasih apa yang kamu punyai, dan jenis pemikiran apa yang mendominasi
pikiran kamu.
“Berbicaralah
kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab
Aku, TUHAN, Tuhanmu, kudus. (Imamat 19:2). Kamu memiliki standar kamu sendiri.
Tetapi standar Tuhan adalah jauh lebih tinggi. Ketika kamu pergi ke hadapan-Nya
kamu harus gemetar. Jika kita berhati-hati, jika kita rendah hati, jika kita
penurut seperti Musa, kita akan mengambil gada besi dan mematahkan
bangsa-bangsa itu menjadi kepingan. Musa mematahkan Mesir seperti sebuah
tembikar tukang periuk. Tuhan berkata bahwa kamu juga akan melakukan seperti
itu jika kamu menyesuaikan diri kamu untuk berdiri di hadirat-Nya. Musa
merendahkan dirinya dan menyesuaikan dirinya untuk berdiri di hadirat Tuhan
yang kudus. Seorang raja yang hebat harus gemetar di hadapan-Nya.
Tuhan berkata kamu
adalah kapak-pertempuran Dia. Jika kita kudus, sungguh sebuah kekuasaan yang besar
akan Dia berikan kepada kita! Apakah kita gemetar di hadirat keagungan
Juruselamat yang kudus? Apakah kita mencium Anak Tuhan yang seharusnya
dicintai? Dia memberikan kekuatan itu kepada Musa. Dia akan memberikan kekuatan
itu kepada kamu. Sifat penurut adalah bagian dari kekudusan. Ketika kamu
mempunyai jenis kekudusan ini kamu akan menjadi sebuah kekuasaan.
“Janganlah engkau
membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor
orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena
dia.” (Imamat 19:17). Kamu tidak boleh membiarkan tetangga kamu binasa. Kamu
harus melakukan hal-hal untuk membawanya kepada pertobatan. “Dan karena kamu
adalah anak, maka Tuhan telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang
berseru: “ya Abba, ya Bapa!”(Galatia 4:6). Dia telah mengutus Roh-Nya ke dalam
kamu, dimana kamu boleh menagih hubungan ke-anak-an Dia.
Ketika Roh Kudus masuk
ke dalam kamu, kamu akan berseru untuk pusaka kamu. Tagih janji-janji Dia.
Jangan biarkan mereka terlepas. Janji Tuhan terbentang untuk kamu. Jika kamu
tidak menagihnya kamu adalah seorang yang gagal. Mengapa kamu membiarkan
janji-jani yang begitu hebatnya terlepas melalui jari-jari kamu? Apakah kamu
akan melupakan catatan janji kamu dan hak warisan kamu? Kamu kehilangan sesuatu
yang jauh lebih berharga. Kamu tidak mengetahui di bagian mana dari dunia di
mana Tuhan akan menggunakan kamu sebagai kapak-pertempuran. Tuhan menginginkan
kamu. Gemetarlah di hadiran-Nya. Tagih janji-janji Dia. Seperti Musa
melakukannya, kamu harus melakukannya. Di negara kita, kita harus melakukannya.
Tuhan mempunyai senjata dan metode Dia sendiri dan Dia akan memperlihatkannya kepada
kamu. Bersatulah dengan Juruselamat kamu.
Saya selalu takut
bahwa jika ada seorang lelaki atau wanita sembrono yang sudah kehilangan rasa
takut pada Tuhan, dia akan membawa kegelapan dan satu hari dia akan membawa
malu kepada nama Tuhan. “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk
merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan
untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh
kasih.” (Galatia 5:13). Roh Tuhan menempatkan kamu diatas sebuah pesawat dimana
pikiran-pikiran jahat tidak akan muncul kepada kamu.
Tuhan mengajarkan
kamu untuk mengasihi orang lain. Kasih yang demikian akan datang secara alami
kepada kamu. Kasih kudus! Betapa hal yang menakjubkan mendapatkan adopsi
seorang anak. Dengan iman yang bekerja dengan kasih kamu akan beribadah kepada
Tuhan. Tinggalkan semua pikiran tentang masa depan kamu kepada Tuhan. Dia
mengetahui yang terbaik untuk kamu. Beibadahlah kepada Tuhan dengan gemetar.
Dia adalah Tuhan yang hebat.
--
N. Daniel
William Hunter
Pada
tanggal 26 Maret 1555, William Hunter seorang pemuda saleh yang hanya berumur
sembilan belas tahun dimartir. Cerita dia semestinya menjadi sebuah contoh
kepada semua orang-orang tua Kristen yang menyadari emosi mereka bertentangan
dengan kepercayaan mereka, karena orang tua William mengizinkan putra mereka
untuk mengikuti kepercayaan dia, meskipun itu menyebabkan kematiannya.
William
dimagangkan kepada seorang penenun sutra di London. Pada tahun pertama masa
pemerintahan Ratu Mary, pendeta gerejanya
memerintahkan dia untuk menerima Perjamuan pada Paskah massa, dimana dia
menolak untuk melakukannya. Tuan dia, takut bahwa dia sendiri akan berada dalam
bahaya apabila William tetap berada di rumahnya, meminta anak itu untuk pindah
kembali ke rumah ayahnya di Brentwood untuk beberapa minggu, dimana William
mematuhinya.
Lima
atau enam minggu kemudian, William mengutip sebuah alkitab yang dia temukan di
dalam kapel di Brentwood dan mulai membacanya dengan keras kepada dirinya
sendiri. Ia terhenti ketika Pendeta Atwell masuk ke dalam kapel tersebut.
“Apakah kamu bermain dengan Alkitab itu? Atwell menuduh. “Apakah kamu tahu apa
yang sedang kamu baca? Apakah kamu dapat menguraikan secara terperinci Injil
tersebut?” “Saya tidak mengambilnya untuk menguraikan Injil itu secara
terperinci,” William menjelaskan. “Saya menemukannya disini dan sedangg membacanya
untuk menyamankan diri sendiri.”
Pendeta
Atwell berkomentar, “Ia belum menjadi dunia yang bahagia semenjak Alkitab
diterbitkan dalam bahasa Inggris.”
“Oh,
jangan berkata demikian! Ini adalah buku Tuhan, dari mana olehnya kita belajar
untuk mengetahui apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan Tuhan.”
“Bukankah
kita mengetahui itu sebelumnya?”
“Tidak
sebaik yang kita ketahui sekarang dengan tersedianya Alkitab”, William
menjawab.” “Saya berdoa agar kita selalu memilikinya bersama dengan kita.”
Pendeta
Atwell menggerutu. “Saya mengenal kamu! Kamu adalah salah satu dari mereka yang
tidak menyukai undang-undang Ratu. Oleh sebab itu kamu meninggalkan London.
Apabila kamu tidak memperbaiki cara kamu, kamu dan para pembangkang lainnya
akan ribut!” “Tuhan memberikan saya rahmat untuk mempercayai Firman-Nya dan
mengakui nama-Nya, tidak perduli apapun yang terjadi,” William membalas. Atwell
bergesa keluar dari Kapel itu dan berkata, “Saya tidak dapat berdebat dengan
kamu, tetapi saya akan mencari seseorang yang bisa, kamu pembangkang!”
William
tetap tinggal di dalam kapel itu dan berlanjut membaca sampai Atwell datang
kembali dengan vikaris dari Southwell. “Siapa yang memberi kamu izin untuk
membaca dan menguraikan secara terperinci tentang Alkitab?” vikaris menuduh.
“Saya tidak menguraikannya, tuan, “William menjawab. Saya hanya membacanya
untuk kenyamanan.
“Mengapa
kamu perlu membacanya sama sekali?”
“Saya
akan membacanya sepanjang saya hidup. Kamu tidak seharusnya mengecilkan hati
orang-orang dari melakukan demikian. Kamu harus menganjurkan mereka.”
“Oh,
jadi kamu ingin memberitahukan saya apa yang saya harus lakukan?” vikaris itu
memberengut “Kamu adalah seorang pembangkang!”
“Saya
bukan seorang pembangkang hanya karena saya berbicara kebenaran.”
Lebih
banyak lagi kata-kata yang didebatkan di antara mereka mengenai sakramen
komunikasi, di mana William menjelaskan sudut pandangnya. Dituduh sebagai
seorang pembangkang, dia menjawab, “Saya berharap kamu dan saya diikat pada
pancang untuk membuktikan siapa dari kita yang akan mempertahankan imannya
paling lama. Saya pikir kamu akan menarik diri terlebih dahulu.
“Kita
akan lihat tentang itu!” vikaris itu menjawab, pergi untuk melaporkan anak itu.
Vikaris
itu langsung pergi ke Tuan Brown, yang memanggil ayah William dan polisi
setempat dan menuntut agar Bapak Hunter pergi dan mencari anaknya, karena
William telah dengan bijaksananya meninggal kota setelah perdebatannya dengan
vikaris itu. Bapak Hunter menyetir selama dua atau tiga hari untuk memuaskan
Brown, bermaksud untuk pulang kembali dan mengatakan bahwa dia tidak dapat
menemukan putranya, ketika tiba-tiba mereka bertemu. Bapak Hunter menyuruh
putranya untuk bersembunyi; dia akan pulang dan bilang dia tidak dapat
menemukannya.
“Tidak,
ayah.” William berkata. “Saya akan pulang ke rumah dengan kamu, supaya kamu
tidak mendapat kesulitan.” Segera setelah mereka tiba di kota, William
ditangkap dan dibawa ke hadapan Brown, yang berdebat dengannya tentang ‘doktrin
perjamuan kudus’. William sangat tegas dengan kepercayaannya dimana dia membuat
Brown marah, yang kemudian mengirim dia ke Uskup Bonner di London.
William
dimasukkan di dalam peternakan hewan di London selama dua hari, hanya dikasih
makan kerak roti warna coklat dan secangkir air sebelum dia mempertahankan
dirinya kepada uskup. Karena tidak ada penyelesaian terhadap anak itu, Bonner
memerintahkan dia untuk dipenjarakan dengan sebanyak mungkin rantai-rantai yang
dapat dia tahan. “Berapa umur kamu?” dia bertanya kepada William.
“Sembilan
belas”
“Kamu
akan dibakar sebelum kamu berumur dua puluh jika kamu tidak berkelakuan lebih
baik daripada yang kamu lakukan hari ini!”
William
menghabiskan sembilan bulan di penjara, muncul di hadapan uskup enam kali,
termasuk pada saat dia dihukum pada tanggal 9 Februari. Hari itu uskup tersebut
memutuskan perintah terakhir untuk William: “Jika kamu menarik diri, saya akan
membebaskan kamu dan memberikan kamu empat puluh poundsterling untuk mendirikan
sebuah bisnis. Atau, saya akan membuat kamu pelayan di rumah saya. Saya
menyukai kamu. Kamu cerdas, dan saya akan menjaga kamu jika kamu menarik diri.”
William
menjawab, “Terima kasih, tetapi jika kamu tidak dapat mengubah pemikiran saya
melalui Injil, saya tidak dapat berpaling dari Tuhan untuk kasih dunia. Saya
menghitung semua hal duniawi tetapi kehilangan dan kotor, dibanding dengan
kasih Kristus.” “Jika kamu meninggal dengan mempercayai seperti ini,” uskup itu
melanjutkan, “kamu akan dikutuk selamanya.” “Tuhan menghakim secara adil,
membenarkan orang-orang yang dihukum manusia dengan tidak adil.” William
mempertahankan.
William
dikirim kembali ke penjara New Gate selama satu bulan, kemudian dibawa pulang
rumah ke Brentwood untuk dibakar. Ketika orang tuanya mengunjungi dia di sana,
mereka memberinya semangat untuk tetap setia, mengatakan bahwa mereka bangga
mempunyai seorang putra yang bersedia mati demi Kristus.
Pada
pancang itu, William meminta orang-orang untuk berdoa baginya. Tuan Brown
senyum menyeringai, “Berdoa untuk kamu? Saya tidak akan berdoa untuk kamu lagi di
mana saya akan melakukannya untuk seekor anjing!”
“Saya
memaafkan kamu.”
“Saya
tidak meminta maaf dari kamu!” teriak Brown.
Melihat
seorang pendeta mendekati dengan sebuah Alkitab, William berteriak, ‘Pergi,
kamu nabi palsu! Hati-hati terhadap mereka orang-orang. Jangan mengambil bagian
di dalam wabah mereka.” Pendeta itu menjawab, “Seperti kamu dibakar di sini,
maka kamu akan dibakar di neraka.” “Kamu penipu, kamu nabi palsu!” William
berteriak. “Pergi dari sini!”
Seorang
laki-laki di keramaian berbicara, “Saya berdoa agar Tuhan akan memberikan
rahmatnya kepada jiwa ini.” Amin, amin,” jawab orang ramai.
Setelah
api dinyalakan, William melempar Buku Mazmur dia kepada saudaranya. “William”
saudaranya memanggil, “pikirkan tentang semangat kudus Kristus. Jangan takut
akan kematian.”
“Saya
tidak takut.” William mengangkat kedua tangannya ke surga dan berkata, “Tuhan,
terimalah roh saya.” Menjatuhkan kepalanya ke dalam asap, William Hunter
memberikan hidupnya untuk kebenaran, menyegelnya dengan darahnya untuk pujian
bagi Tuhan.
--
Pilihan
Orang Yang Menabur Dengan Mencucurkan Air
Mata Akan Menuai Dengan Bersorak-Sorai
David
dan Svea Flood
Pada tahun 1921, sepasang misionaris
bernama David dan Svea Flood pergi dengan David, putra mereka yang berumur dua
tahun, dari Swedia ke pusat Afrika – yang kemudian dipanggil Belgian Congo.
Mereka bertemu dengan pasangan muda Skandinavia yang lain, yaitu pasangan
Erickson, dan mereka berempat meminta petunjuk dari Tuhan. Pada saat itu yang
penuh dengan kehalusan budi dan ketaatan dan pengorbanan, mereka merasa
dibimbing oleh Tuhan untuk keluar dari stasiun misi utama dan menyebarkan Injil
ke daerah terpencil.
Ini adalah langkah keimanan yang sangat
besar. Di dusun terpencil N’dolera mereka ditolak oleh kepala dusun, yang tidak
memperkenankan mereka untuk masuk ke dusunnya karena takut menjauhkan dewa-dewi
setempat. Kedua pasangan itu memutuskan untuk pergi setengah mil ke atas bukit
dan membangun gubuk-gubuk kecil mereka sendiri.
Mereka berdoa untuk penerobosan keimanan,
tetapi tidak ada. Satu-satunya koneksi dengan para orang-orang dusun itu adalah
seorang anak laki-laki, yang diperkenankan untuk menjual ayam dan telur kepada
mereka dua kali seminggu. Svea Flood – seorang misionaris wanita yang berbadan
kecil hanya empat kaki, delapan inci tingginya, memutuskan jika ini adalah
satu-satunya orang Afrika yang dia dapat berbicara dengannya, dia akan berusaha
untuk membimbing anak itu kepada Yesus. Dan pada kenyataannya, setelah
berminggu-minggu dengan kasih sayang dan kesaksian dicurahkan kepadanya, dia
mempercayai Kristus sebagai Penyelamat-nya.
Tetapi tidak ada pendorong semangat
lainnya. Sementara itu, malaria terus menyerang satu anggota dan lainnya dari
kumpulan keluarga kecil itu. Kemudian pasangan Erickson memutuskan mereka sudah
cukup dengan penderitaannya dan pulang kembali ke stasiun misi pusat. David dan
Svea Flood tetap tinggal di dekat N’dolera untuk melanjutkannya sendiri.
Kemudian, dari segala hal, Svea menemukan
dirinya hamil di tengah-tengah hutan belantara yang primitif. Ketika waktunya
tiba untuk dia melahirkan (1923), kepala dusun menjadi cukup lembut hati untuk
mengizinkan seorang bidan untuk menolongnya. Seorang putri kecil dilahirkan,
yang mereka namakan Aina.
Persalinan itu, melelahkan, dan Svea
Flood sudah sebelumnya lemah karena serangan malaria. Proses persalinan adalah
suatu pukulan yang hebat terhadap staminanya. Setelah tujuh belas hari berdoa
dan berjuang, dia meninggal.
Di dalam hati David Flood, sesuatu hancur
pada saat itu. Hatinya penuh dengan kepahitan, dia menggali kuburan, mengubur
istirnya yang berumur dua puluh tujuh tahun dan membawa anaknya turun gunung ke
stasiun misi. Memberikan putrinya yang baru lahir kepada pasangan Erickson, dia
berkata, “Saya akan pulang kembali ke Swedia. Saya telah kehilangan istri saya,
dan saya tidak dapat menjaga bayi ini. Tuhan sudah merusak hidup saya.” Dengan putranya
David yang berumur dua tahun, dia pergi ke pesisir, menolak bukan hanya
panggilan-Nya, tetapi Tuhan itu sendiri.
Dalam delapan bulan pasangan Erickson
diserang dengan penyakit misterius (beberapa percaya bahwa mereka diracuni oleh
kepala dusun setempat yang membenci misionaris itu) dan meninggal dalam
beberapa hari satu sama lainnya. Aina, bayi yang berumur sembilan bulan itu
diberikan kepada pasangan misionaris Amerika yang bernama Berg, yang mengubah
nama Swedia dia menjadi “Aggie” dan pada akhirnya membawa dia pulang saat dia
berumur tiga tahun.
Pasangan Berg itu menyayangi Aggie tetapi
takut jika mereka mencoba untuk kembali ke Afrika, beberapa kendala menurut
hukum mungkin akan memisahkan dia dari mereka karena mereka mengalaminya pada
masa itu, tidak dapat dengan sahnya mengadopsi dia. Jadi mereka memutuskan
untuk menetap di Amerika dan berganti dari pekerjaan misionaris ke pelayanan kependetaan.
Dan dengan demikianlah Aggie tumbuh di Dakota selatan. Sebagai seorang gadis,
dia menghadiri perguruan tinggi Injil North Central di Minneapolis. Di sana dia
bertemu dan menikah dengan seorang pendeta muda bernama Dewey Hurst.
Tahun-tahun berlalu. Pasangan Hurst ini
menikmati pelayanan yang membuahkan hasil. Aggie melahirkan seorang putri,
kemudian seorang putra. Kemudian suaminya menjadi presiden dari sebuah
perguruan tinggi Kristen di daerah Seattle, dan Aggie tergugah rasa ingin
tahunya karena menemukan begitu banyak warisan Skandinavia di sana.
Suatu hari sekitar thaun 1963, sebuah
majalah keagamaan Swedia muncul di kotak suratnya. Dia tidak tahu siapa yang
mengiriminya, dan tentunya dia tidak dapat membaca tulisan-tulisan itu. Tetapi
seraya dia membuka lembaran halamannya, tiba-tiba sebuah foto membuatnya
berhenti seketika. Di lingkungan primitive di pusat Afrika terdapat sebuah
kuburan dengan sebuah salib putih dan pada salib itu terukir nama ibunya, SVEA
FLOOD.
Aggie melompat ke dalam mobilnya dan
mengemudi ke tempat seorang anggota fakultas perguruan tinggi, yang dia kenal,
yang dapat menerjemahkan artikel itu. “Apa yang ditulisnya?” dia bertanya.
Dosen itu menerjemahkan cerita tersebut:
Ia menceritakan tentang misionaris yang
pergi ke N’dolera di pusat Belgian Congo pada tahun 1921… kelahiran seorang
bayi perempuan berkulit putih… kematian seorang ibu misionaris muda… seorang
anak laki-laki Afrika yang telah dibimbing kepada Kristus… dan bagaimana,
setelah semua orang putih itu pergi, anak laki-laki Afrika itu tumbuh dan
membujuk kepala dusun untuk mengizinkannya membangun sebuah sekolah di dusun
itu.
Artikel itu menceritakan bagaimana secara
perlahan anak laki-laki itu yang telah dewasa sekarang telah memenangi
murid-muridnya kepada Kristus… anak-anak itu membawa orang tua mereka kepada
Kristus… bahkan kepala dusun itu telah menjadi seorang Kristen. Hari ini (1963)
terdapat enam ratus penganut Kristen di satu dusun itu.
Oleh karena kesediaan David dan Svea
Flood menjawab panggilan Tuhan untuk pergi ke Afrika, karena mereka menahan begitu
banyak penderitaan tetapi masih dengan setia memberi saksi dan membimbing satu
anak laki-laki untuk mempercayai Yesus, Tuhan telah menyelamatkan enam ratus
orang. Dan anak laki-laki itu, sebagai seorang pria dewasa, menjadi kepala
Gereja Pentakosta dan kepala atas 110,000 penganut Kristen di Zaire (yang
dulunya dikenal sebagai Belgian Congo).
Pada saat Svea Flood meninggal, ia
tampaknya, pada pemikiran manusia, di mana Tuhan telah membimbing pasangan muda
itu ke Afrika, hanya untuk mengdampar mereka di saat mereka paling membutuhkan.
Empat puluh tahun sebelum kasih karunia Tuhan dan rencana nyata Dia untuk dusun
N’dolera diketahui.
Untuk ulang tahun pernikahan Pendeta
Dewey Hurst dan Aggie yang ke dua-puluh-lima, perguruan tinggi itu memberikan
mereka hadiah berupa liburan ke Swedia. Di sana Aggie berjumpa dengan ayah
kandungnya. Seorang pria tua sekarang, David Flood sudah menikah kedua kalinya,
ayah atas empat anak lainnya, dan biasanya memfoya-foyakan hidupnya dengan minuman
alkohol. Dia baru-baru ini menderita ‘stroke’. Masih pahit, dia mempunyai satu
peraturan di dalam keluarganya: “Jangan pernah menyebut nama Tuhan karena Tuhan
mengambil segalanya dari saya.”
Setelah reuni yang emosionil dengan
saudara laki-laki dan perempuannya, Aggie mengutarakan maksudnya untuk
menjenguk ayahnya. Yang lainnya ragu-ragu. “Kamu bisa berbicara dengannya,“ mereka
menjawab, “meskipun dia sakit parah sekarang. Tetapi kamu perlu mengetahui
bahwa bilamana saja dia mendengar nama Tuhan, dia akan menjadi sangat gusar.”
Aggie tidak dapat dihalangi. Dia memasuki
apartemen yang jembel itu, dengan botol minuman alkohol di mana-mana, dan
menghampiri lelaki berumur tujuh puluh tiga tahun yang terbaring di atas sebuah
tempat tidur yang kumal.
“Papa?” dia memanggil dengan ragu-ragu.
Ayahnya berpaling dan mulai menangis.
“Aina,” dia menjawab, “Saya tidak pernah bermaksud memberikan kamu kepada orang
lain.”
“Tidak apa-apa Papa,” dia menjawab,
memegangnya dengan lembut di lengannya. “Tuhan mejaga saya.”
Ayahnya dengan segeranya mengeras. Air
matanya berhenti.
“Tuhan melupakan kita semuanya. Hidup
kita menjadi begini karena Dia.” Ayahnya memalingkan wajahnya kembali ke
dinding.
Aggie membelai wajahnya dan kemudian
melanjutkan, tanpa rasa takut.
“Papa, saya mempunyai sebuah cerita kecil
untukmu, dan ia adalah kisah nyata.
Kamu tidak pergi ke Afrika dengan
sia-sia. Mama tidak meninggal dengan sia-sia.
Anak laki-laki kecil yang kamu berdua
telah menangkan kepada Tuhan telah menjadi dewasa untuk memenangi seluruh
penghuni dusun kepada Yesus Kristus. Satu biji yang telah kamu tanam terus
bertumbuh dan bertumbuh. Hari ini (sekitar 1964) ada enam ratus orang Afrika
yang melayani Tuhan karena kamu dan mama yang setia kepada panggilan Tuhan
dalam hidupmu.
“Papa, Yesus mencintaimu. Dia tidak pernah
membenci kamu.”
Orang tua itu berpaling melihat ke dalam
mata putrinya. Tubuhnya menjadi relax. Dia mulai berbicara. Dan di akhir sore
itu, dia telah kembali kepada Tuhan yang telah dia benci selama berpuluh-puluh
tahun lamanya.
Selama beberapa hari selanjutnya, ayah
dan putri menikmati saat-saat yang hangat bersama. Aggie dan suaminya segera
harus kembali ke Amerika – dan selama beberapa minggu, David Flood telah
berpulang ke keabadian.
Beberapa tahun kemudian, pasangan Hurst itu
menghadiri sebuah konferensi penyebaran Injil tingkat tinggi di London,
Inggris, di mana sebuah laporan diberikan oleh bangsa Ziare (yang dulunya
dikenal sebagai Belgian Congo). Pemimpin gereja kebangsaan itu, mewakili
sekitar 110.000 umat Kristen yang telah dibaptis, berpidato dengan fasih
tentang penyebaran Injil di negara dia. Aggie tidak dapat menahan dan naik ke
atas setelah itu, menanyakan apa dia pernah mendengar tentang David dan Svea
Flood. “Saya putri mereka.”
Pria itu mulai menangis. “Iya, Bu,” pria
itu menjawab dalam bahasa Perancis, kata-katanya kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris.
Svea Flood yang membimbing saya kepada
Yesus Kristus. Saya adalah anak laki-laki yang membawa makanan kepada kedua
orang tua kamu sebelum kamu lahir. Pada kenyataannya, sampai hari ini kuburan
ibumu dan kenangannya dihormati oleh kami semuanya.”
Pria itu memeluknya dalam pelukan
tangisan yang lama. Kemudian dia melanjutkan, “Kamu harus datang ke Afrika
untuk melihat, karena ibumu adalah orang yang paling terkenal di dalam sejarah
kami.”
Kemudian, itu adalah tepatnya yang Aggie
Hurst dan suaminya lakukan. Mereka disambut dengan bondongan orang-orang dusun
yang bersorak-sorai. Dia bahkan bertemu dengan seorang pria yang berpuluh tahun
sebelumnya, ketika dia berumur kurang dari satu tahun, yang telah diupah oleh
ayahnya untuk membawa dia turun gunung di dalam sebuah gendongan yang lembut.
Saat yang paling dramatis bagi dirinya
sendiri, tentunya, ketika pendeta itu mengantar Aggie untuk menjenguh kuburan
ibunya, ditandai dengan sebuah salib putih. Dia bersujud di atas tanah Afrika,
tempat kelahirannya, untuk berdoa dan mengucap syukur. Kemudian di hari itu,
pada pelayanan gereja, pendeta itu membaca dari Yohanes 12:24, “Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati,
ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak
buah.”
Dia kemudian melanjutinya dengan Mazmur
126:5 : “Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai
dengan bersorak-sorai.”
(Kutipan dari Aggie Hurst, Aggie: Cerita
Yang Mengilhami tentang Serorang Anak Perempuan Tanpa Negara [Springfield, MO: Gospel
Publishing House, 1986].)
Laporan berkala ini dicetak enam kali dalam setahun oleh the
Laymen’s Evangelical Fellowship International. Ia dicetak dan didistribusikan
di Amerika, Inggris, Jerman, Singapore, Canada, dan Australia dan disokong oleh
hadiah-hadiah pemberian sukarelawan dari kalangan orang-orang muda. Untuk
mendapat langganan gratis atau untuk pertanyaan-pertanyaan lainnya, silahkan
hubungi alamat-alamat dibawah ini. Fellowship ini adalah sebuah misionaris
antar sekte dan kelompok berdoa yang bekerja untuk kebangkitan di dalam
gereja-gereja dan di antara murid-murid di dalam beberapa Negara. Kami
mengundang setiap orang awam untuk menjadi sekutu Tuhan dalam mengubah sudut
dunianya. Kami melatih umat-umat dalam kerja pengabaran Injil dan menjadi
penyokong misionaris itu sendiri.
INDONESIA
: e-mail : civindonesia@gmail.com
SINGAPURA : P.O. Box
320, PSA Building Post Office, Singapore 911141. Tel : (65) 63562724 (Sam), 65709244
(Enoch), email: vsamuel1977@gmail.com
MALAYSIA : P.O.Box
236, Jalan Kelang Lama, 58700 Kuala Lumpur, West Malaysia. Tel : (60) 12 3968978
(James / Amber), email: bebooks@tm.net.my
PENANG : 23, Jalan
Tempua, Taman Golden Jade, 14300 Nibong Tebal, Seberang Prai Selatan, Pulau
Pinang, West Malaysia. Tel : (60) 19 4493115 (Ong)
AMERIKA
: P.O. Box 14, South Lyon, Michigan 48178. Tel : (248) 446 3080
CANADA
: P.O. Box 31002, Windsor, Ontario N9G 2Y2. Tel : (519) 966 4603
AUSTRALIA : P.O. Box
24, Tuart Hill, Perth, West Australia 6939. Tel : (61) 9 345 3739
INGGRIS: P.O. Box
737 London SW2 4XT, Tel : (020) 867 76909
IRLANDIA: P.O. Box 18 Cavan Co. Cavan
INDIA: 9B Nungambakkam High Rd. Chennai 600034, Tel : (91) 44 2827
2393
INTERNET: http://lefi.org
EMAIL: post@lefi.org
SILAHKAN BAGIKAN INI KEPADA
TEMAN